π‘·π’Šπ’„π’Œπ’š 𝑬𝒂𝒕𝒆𝒓

 08. Gaya Hidup, Paksaan Sosial, atau Hanya Sekedar Tren?



ketika lidah lebih pemilih dari pada hati

Kita semua punya temen yang kalo diajak makan suka bilang, “Aku gak suka itu, rasanya aneh!”  nah, mereka inilah yang disebut picky eater. Tapi ternyata jadi picky eater itu gak sekadar soal “gak doyan”, lho. Kadang ada alasan di baliknya, bisa karena kebiasaan sejak kecil, faktor psikologis, atau bahkan cara penyajian makanan yang kurang menarik.

Data menunjukkan prevalensi picky eating pada orang dewasa berkisar antara 15-30% populasi, tergantung metode pengukuran dan budaya masyarakatnya. Misalnya, survei oleh Duke Center for Eating Disorders (2019) menemukan 17% responden dewasa AS melaporkan preferensi makan yang sangat terbatas dan kesulitan mencoba makanan baru. Fenomena ini menjadi semakin relevan ketika dikaitkan dengan pola hidup urban yang cenderung cepat, individualistik, serta terpapar tren digital tentang diet ekstrem dan pengelolaan citra diri.


Munculnya berbagai komunitas daring yang saling berbagi pengalaman sebagai picky eater, serta maraknya konten media sosial yang menormalisasi perilaku ini, semakin memperkuat anggapan bahwa picky eater adalah fenomena gaya hidup modern. Namun, di balik normalisasi tersebut, muncul dilema: apakah picky eater ini murni gaya hidup, bentuk paksaan sosial akibat standar tertentu, atau hanya tren yang diperkuat oleh media digital? Apa konsekuensinya terhadap relasi sosial, kesehatan mental, dan integrasi budaya dalam masyarakat yang menjunjung kebersamaan makan?.

Secara sosiologis, perilaku picky eater tidak dapat dilepaskan dari konstruksi sosial dan budaya yang melingkupinya. Makanan, dalam banyak masyarakat, bukan sekadar kebutuhan biologis, melainkan juga simbol identitas, status sosial, dan alat interaksi sosial. Pilihan makanan seseorang seringkali dipengaruhi oleh lingkungan tempat tumbuh, nilai-nilai keluarga, serta norma dan tradisi masyarakat. Misalnya, seseorang yang tumbuh di keluarga vegetarian cenderung menolak makanan berbahan dasar daging, atau individu dari budaya tertentu yang menghindari makanan tertentu karena alasan agama atau kepercayaan.

Intinya, jadi picky eater itu manusiawi. Yang penting, kita tetap terbuka buat eksplor rasa baru tanpa merasa terpaksa. Siapa tau, makanan yang dulu kamu jauhi justru jadi comfort food kamu di masa depan.

sumber 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

。゚•┈ΰ­¨♡ΰ­§┈•゚。π’Œπ’†π’π’‚π’π’‚π’ 𝒅𝒖𝒍𝒖 π’”π’‚π’Žπ’‚ π’…π’–π’π’Šπ’‚ π’„π’‚π’Žπ’Šπ’π’‚π’ π’‡π’‚π’—π’π’“π’Šπ’•π’Œπ’– 。゚•┈ΰ­¨♡ΰ­§┈•゚。

𝑳𝒐𝒗𝒆 π‘ͺ𝒉𝒆𝒆𝒔𝒆

𝑲𝒆𝒏𝒂𝒑𝒂 π’ƒπ’Šπ’”π’‚ π’π’ˆπ’†π’•π’“π’†π’π’…? (•̀α΄—•̀ΰΉ‘———